Rabu, 23 Februari 2011

Perspektif Dasar Pelembagaan Sistem

(kata kunci: pelembagaan, 2 model pelembagaan, sudut penting pelembagaan, pemihakan sikap fasilitator, pondasi pelembagaan/partisipasi, partisipasi diskenariokan, kesepakatan)


Kelembagaan bukanlah organisasi kerja semata, akan tetapi yang mula-mula mengenai kelembagaan adalah suatu rumusan dasar tentang tindakan kolektif dan aturan main.

Pelembagaan merupakan upaya agar praktik dan kesepakatan yang telah dikembangkan melalui program menjadi kebiasaan dan aturan main  masyarakat.

Apakah pelembagaan itu?
Pelembagaan adalah istilah yang mendeskripsikan kegiatan kolektif untuk memperkuat komitmen bersama. Konsensus pada tahap awal dibentuk oleh suatu pola perilaku kolektif. Beberapa tahapan tindakan bersama merupakan proses pengulangan/repetisi yang melahirkan kebiasaan sosial. Dalam dinamika sosial, terjadi relasi yang koheren dan saling bertentangan, tarik menarik antar unsur dan perilaku masyarakat melahirkan kesepakatan-kesepakatan baru. Kesepakatan baru inilah yang membentuk tata nilai yang melandasi perilaku kolektif dan kebiasaan masyarakat yang berujung pada habitus sosial. Habitus adalah tindakan sedangkan tata  nilai adalah buah dari konstruksi aturan main yang berujung pada konsensus.

2 model pelembagaan sistem
     Pelembagaan sistem pembangunan partisipatif dapat dilakukan berdasarkan dua pendekatan. Pendekatan pertama ditinjau dari kebutuhan kelembagaan lokal untuk mencapai habitus sosial yang dihasilkan dari penguatan kolektifitas dan penguatan kesepakatan serta aturan main. Pendekatan kedua ditinjau dari kebutuhan kebijakan pengintegrasian model pembangunan partisipatif ke dalam sistem pembangunan reguler. Pendekatan yang pertama lebih menekankan kepada aspek pelaksanaan partisipasi masyarakat, sedangkan yang kedua penekanan diberikan pada pengembangan model pengintegrasian sistem.

Melihat sudut penting pelembagaan sistem
Sebagai sebuah tindakan untuk mengintegrasikan sebenarnya pelembagaan mempunyai pengertian yang lebih luas, dimensi tindakan kolektif beriringan dengan dinamika aturan main. Efektifitas kegiatan pelembagaan selanjutnya sangat dipengaruhi oleh faktor keterlibatan partisipan yang ada dan bukan semata dorongan kebijakan. Kualitas keterlibatan partisipan sangat mempengaruhi kualitas pelaksanaan pembangunan partisipatif. Pemahaman tentang momentum yang tepat diperlukan untuk memastikan bahwa pendekatan kebutuhan kebijakan tidak semata-mata dorongan kebijakan itu sendiri, tetapi karena adanya kebutuhan kelembagaan lokal.

Pemihakan sikap yang harus diambil fasilitator
Peran keterlibatan partisipan juga penting karena pelembagaan sebagai sebuah strategi dilakukan justru untuk menghindari dominasi keputusan masyarakat oleh elit lokal, gagalnya pemberian ruang bagi kaum marginal, serta menghindari bias partisipasi. Dominasi keputusan masyarakat oleh elit dapat menyebabkan adanya perilaku mengambil untung secara berlebihan dan menggagalkan relasi timbal balik antara pemilik dengan wakilnya dalam mekanisme pendelegasian. Kegagalan pemberian ruang bagi kaum marginal menyebabkan partisipasi semu dan buruknya kolektifitas sebagai awal dari komitmen sosial. Pemberian ruang bagi kaum marginal adalah tahapan pengkapasitasan dan pendayaan bagi lapisan masyarakat yang terisolir secara sosial, ekonomi, dan geografi.

Pondasi pelembagaan system: partisipasi
Partisipasi bisa bermakna tindakan bersama. Rumusan dari tindakan bersama adalah suatu tingkatan proses yang melibatkan masyarakat untuk hadir, terlibat secara aktif, menjadi bagian penting dari pengambilan keputusan.

Terlibat secara aktif adalah bentuk keberanian menampilkan buah pikiran, menyumbangkan  tenaga, dana dan bahan-bahan lain untuk mendukung terwujudnya suatu output kegiatan. Dimensi keterlibatan aktif adalah juga kerelaan untuk melakukan pengorbanan dari resources yang dimiliki. Menjadi bagian dari pengambilan keputusan berarti berperan serta dalam merumuskan dan menetapkan keputusan.

Dilema pengambilan keputusan yang sering terjadi di masyarakat adalah adanya anggapan berakhirnya ‘jam tayang’ justru pada saat ending cerita dari lakon yang ditampilkan memerlukan pelibatan segenap aktor. Keadaan ini menyebabkan pengambilalihan kewenangan di tangan para rent seeker atau para pengambil keuntungan. Suatu keadaan yang dilepaskan saat seharusnya pengambilan keputusan itu membutuhkan pelibatan aktif peserta.

Dalam tahapan inisiasi, identifikasi dan observasi terhadap kualitas tindakan bersama oleh masyarakat perlu dilakukan. Contoh model yang bisa dilihat adalah saat dilakukan kerja bakti warga, dalam banyak situasi keterlibatan hanya berupa kehadiran. Dinamika sosial mestinya adalah proses produksi dan reproduksi sosial, dimana masyarakat mampu mengembangkan kolektifitasnya. Mengembangkan kolektifitas adalah titik temu antara penyadaran, peningkatan kapasitas, dan pendayaan dengan kepemimpinan partisipatif.

Partisipasi di skenariokan
PNPM dalam kegiatannya sering bersifat pengulangan. Pengulangan kegiatan dapat menyebabkan tumbuhnya kesadaran kolektif. Akan tetapi kesadaran kolektif ini dapat dibedakan berupa kesadaran mekanis-teknis dan kesadaran kritis. Tindakan kolektif repetitif, akan beresiko pada kegagalan menemukan elan vitalnya manakala pendekatan yang dipakai dominan berupa pendekatan mobilisasi masyarakat.

Dari hasil evaluasi pelaksanaan di lapangan gejala timbulnya kesadaran mekanis-teknis ini sudah ditemukan di beberapa tempat. Musyawarah musyawarah dianggap sebagai proses berulang yang menjemukan dan membuang waktu mereka. Repetisi sebagai suatu proses berulang kegiatan harus senantiasa diperbaharui makna, kepentingan, dan manfaatnya bagi masyarakat. Intervensi dalam bentuk pengembangan model pelatihan yang mampu menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat harus diberikan.

Kebiasaan yang terbentuk oleh adanya tindakan kolektif repetitif biasanya dilakukan melalui mobilisasi. Mobilisasi sebagai input terhadap proses kegiatan, dibedakan berdasarkan pendekatan yang dipakai. Ada beberapa pendekatan yang berasal dari teori mobilisasi dalam penerapannya bersifat partisipatif, kerelaan dan memberdayakan. Resiko dari model pengembangan teori mobilisasi adalah terjadinya kegagalan merumuskan pendekatan partisipatif dan kerelaan sosial, serta kegagalan merumuskan strategi pendampingan yang tepat kepada masyarakat. Sebagai contoh, PNPM hadir sebagai program pada dasarnya bersifat mobilisasi masyarakat.

Mobilisasi sebagai komponen input di PNPM dilakukan melalui penyediaan sistem, prinsip, mekanisme, dan prosedur program dari atas. Jika mobilisasi ini dilakukan berulang kali dalam periode waktu yang lama maka secara perlahan masyarakat akan menjadikannya sebagai kebiasaan. Ada contoh-contoh dari kebiasaan masyarakat yang telah berjalan berabad-abad pada awalnya dibentuk melalui input yang bersifat mobilisasi. Masyarakat dengan kreatifitas yang dimiliki kemudian mengembangkan, memperbaharui, memperbaiki, dan menyempurnakan sebagai bagian dari kebiasaan masyarakat. Beberapa upacara desa adat pada awalnya juga bagian dari mobilisasi kerajaan pada waktu itu. Kegiatan pengajian di desa-desa saat ini terutama pada desa yang bukan basis agama tradisional pada awalnya juga dikembangkan melalui gerakan mobilisasi. Tetapi tapi dalam perkembangan kemudian kegiatan itu menjadi kuat, lokal, dan melembaga menjadi kebiasaan kolektif.


Bagaimana membangun kesepakatan?
Kesepakatan adalah cara dimana masyarakat menetapkan persamaan-persamaan diantara mereka dalam rencana tindakan yang akan dilakukan. Kita mengenal bentuk-bentuk kesepakatan yang ada di masyarakat. Bentuk-bentuk kesepakatan bisa dilihat dari sifat dan cakupan perikatannya, model mandatory dan delegasi yang dipilih, serta pilihan terhadap sanksi bagi pelanggaran yang ada. Bentuk lain dari kesepakatan adalah bersifat tertulis atau bersifat konvensional. Selain itu kesepakatan bisa dilihat dari perspektif obligasi/kewenangan, serta konsep penetapan tujuan kolektif.

Contoh dari proses pembentukan kesepakatan adalah pada pertemuan warga, yang menghasilkan kesepakatan terhadap sesuatu misalnya tentang penanganan masalah, penyelesaian konflik, merumuskan pengembangan usaha dsb. Kekuatan kesepakatan dapat dilihat dari kualitas keterlibatan para partisipannya, dan sampai sejauh mana kesepakatan menyediakan perangkat/instrumen reward dan insentif bagi para loyalis dan  sanksi bagi para pelanggar. Kesepakatan adalah awal bagi terbentuknya aturan main yang lebih kuat, mengikat dan mendorong pencapaian tujuan.

Kesepakatan yang matang lahir melalui habitus. Habitus adalah kebiasaan masyarakat yang lebih cenderung bersifat permanen. Tindakan kolektif itu sudah diikuti dengan perangkat nilai. Yang membedakan kesadaran mekanis-teknis dengan dengan habitus adalah masuknya dimensi nilai yang mendasari tindakan kolektif yang dilakukan. Perilaku dan tindakan sosial yang mengekspresikan adat adalah contoh dari habitus. Kalau kesadaran teknis-mekanis bersifat temporer berkaitan dengan adanya pengaruh kepentingan dan relasi kekuasaan, maka habitus lebih mampu dan bersifat permanen sekalipun dipengaruhi oleh hal yang sama. Inilah hal mendasar sebelum kita mengulas mengenai aturan main masyarakat dan pengorganisasian.  (Lendy Wibowo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar