Jumat, 12 Oktober 2012

RUU Desa dan Kerjasama antar Desa


Kebuntuan yang Menyiratkan Harapan

Lendy Wibowo@Kelembagaan Lokal
Kebuntuan dalam proses pembahasan RUU Desa sekurangnya diakibatkan belum clear dalam beberapa pengaturan traffic relasi desa-pusat dan desa-daerah. Lebih-lebih relasi itu terkait dengan kewenangan, anggaran dan aset. 

Bagi daerah, penguatan desa tidak boleh menampilkan desa yang memalingkan muka dari wajah daerah. Bagi pusat, penguatan desa tidak bisa dilakukan jika justru hal itu berarti seperti membesarkan anak macan. 

Di tengah kerumitan itu terdapat jalan tengah yang bisa ditawarkan, yakni memperkuat perspektif kewilayahan. Desa dipandang sebagai suatu kawasan/perdesaan. Cara pandang kawasan bisa mempengaruhi psikologi otonom yang selfish menjadi otonom yang kooperatif. 

Kerjasama desa seharusnya menjadi isu yang diampu di dalam RUU cukup dalam dan luas. Disitulah BKAD menjadi aktor penting yang seharusnya menjadi urusan/kepentingan ‘negara’ dalam konteks penguatan desa sebagai kawasan.

Kerjasama Desa
Peran ganda dan strategis desa yakni menyelenggarakan pelayanan pemerintahan sekaligus merepresentasikan kepentingan masyarakat desa. Posisi strategis desa menyangkut kewajiban menyelenggarakan pelayanan publik sekaligus hak mendapatkan pelayanan publik hanya mungkin dapat dilakukan ketika desa telah memiliki kapasitas yang cukup sebagai subyek dan kolektiva otonom ketika berhubungan dengan kepentingan luar.
Pengertian subyektiva otonom ini penting dimaknai ketika berurusan dengan mediasi kepentingan desa-desa dalam suatu kawasan (perdesaan). 

Peranan aktor mediasi kepentingan antar desa mencerminkan bangunan konsensional antar subyek (desa) yang mempunyai kepentingan bersama untuk memperjuangkan kepentingan itu pada saat berurusan dengan desa-desa lain (secara internal) maupun dengan pihak daerah serta pihak ketiga lain (secara eksternal). 

Desa yang telah berada pada level bekerjasama dengan desa lain atau pihak ketiga lain berarti telah mampu mengelola potensi dan kekuatan yang dimiliki untuk berkembang dan bekerjasama. Desa-desa inilah yang mendekati gambaran tentang desa mandiri atau desa yang berdaulat. Jika kesadaran tidak tumbuh dalam relasi kerjasama yang dilakukan, maka sulit dihindari anggapan bahwa kerjasama itu bersifat semu. 

Isu Strategis Kerjasama Desa
Isu strategis penguatan desa yang dimediasikan dalam skala dan cakupan antar desa diantaranya menyangkut isu pengembangan aset desa, komitmen pengalokasian anggaran untuk desa, serta kebijakan tentang pengembangan pasar yang mendorong tumbuhnya sektor dan kawasan ekonomi perdesaan. 

Badan Kerjasama Antar Desa
BKAD adalah organisasi kerja yang diharapkan mampu mendorong kerjasama desa berkembang. Ada beberapa alasan tentang hal ini, yakni bahwa BKAD mempunyai lingkup wilayah antar desa, berperan sebagai lembaga dalam mengelola perencanaan pembangunan partisipatif, mengembangkan bentuk-bentuk kegiatan kerja sama antar desa, menumbuhkan usaha-usaha pengelolaan aset produktif, serta mengembangkan kemampuan pengelolaan program-program pengembangan masyarakat. 

Pendasaran Legal BKAD
BKAD dibentuk berdasarkan UU 32/2004, PP 72 dan 73/2005, pada awalnya untuk memenuhi kebutuhan bagi perlindungan dan pelestarian hasil-hasil PPK, sesuai dengan Surat Edaran Mendagri pada Agustus 2006. Sesuai PP 72 tahun 2005, bidang-bidang yang dapat dikerjasamakan adalah peningkatan perekonomian masyarakat desa, peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan, pemanfaatan sumberdaya alam dan kelestarian lingkungan, serta sosial budaya.
Bidang-bidang ini selaras dengan kegiatan yang selama ini telah dilakukan melalui PPK/PNPM Mandiri Perdesaan. 

Pengembangan BKAD
Penjabaran tugas pokok dan fungsi BKAD di atas dilakukan berdasarkan hasil-hasil pengalaman PPK/PNPM Mandiri Perdesaan. Hasil-hasil pengalaman PPK/PNPM Mandiri Perdesaan tidak hanya aset produktif yang dikelola UPK, akan tetapi meliputi sistem perencanaan, kegiatan antar desa, pengembangan aset produktif, serta kemampuan mengelola program masyarakat.

BKAD juga menjadi organisasi kerja yang mengkoordinasikan fungsi kelembagaan masyarakat di tingkat komunitas. Konsep pengakaran lembaga yang sudah menjadi komitemen dalam Pedum PNPM, harus dapat diwujudkan dalam pengembangan lembaga kemasyarakatan yang memadukan pola hubungan fungsional dan bertumpu pada akar lembaga komunitas. Lembaga komunitas sebagai basis kekuatan BKAD ke depan dapat terdiri dari RT/RW/dusun/jurong, nagari dsb. Dalam kaitan inilah maka BKAD dapat berfungsi untuk menggerakkan kembali semangat revitalisasi lembaga lokal/adat. Pendekatan pemberdayaan dalam CDD pada tahapan sekarang sudah mulai memadukan penguatan modal sosial dan menumbuhkan solidaritas sosial. Penguatan modal sosial dan solidaritas sosial akan menggerakkan peningkatan kegiatan kerja sama, akses dan jaringan sosial, menggerakkan fungsi produksi dan reproduksi sosial dan sebaginya. Pada konteks inilah maka menumbuhkan kembali semangat budaya lokal menjadi tugas strategis BKAD.
Dalam menjalankan tugas pengelolaan perencanaan pembangunan partisipatif, BKAD juga memerankan diri sebagai komponen penting unsur masyarakat yang terlibat dalam pembahasan perencanaan di forum SKPD. 

Beberapa fungsi yang dijalankan oleh lembaga  seperti Tim Penulis Usulan, Tim Pengelola Kegiatan, Tim Monitoring, Tim Pemelihara, adalah fungsi-fungsi yang berjalan dengan relatif baik selama ada program. Pemikiran untuk menjaga keberlanjutan fungsi didasarkan pada dua peluang. Peluang pertama dari aspek keberlanjutan kelembagaan dan peluang kedua berasal dari potensi kerja sama program. Keberlanjutan kelembagaan dipengaruhi di antaranya oleh ketersediaan perangkat peraturan yang relevan. PP 72/2005 mengamanatkan tentang penetapan dan pembentukan lembaga kemasyarakatan. 

Lembaga kemasyarakatan mewakili ciri utama untuk mengidentifikasi lembaga lokal yang pada umumnya dibentuk melalui proses mobilisasi. Fungsi-fungsi yang termasuk dalam lingkup lembaga kemasyarakatan beberapa di antaranya adalah fungsi yang melekat pada lembaga bentukan program. Dalam pengertian inilah maka fungsi-fungsi TPU, TPK, TM, TP, akan dikuatkan secara kelembagaan baik secara fungsi maupun legitimasi dalam kerangka lembaga kemasyarakatan desa. Secara fungsi keberadaan lembaga-lembaga ini dapat tetap bersifat sementara, tetapi secara legitimasi melekat ke dalam lembaga permanen yang ada.

Bersambung