Perspektif
pemenuhan terhadap kebutuhan dasar serta membangun iklim usaha ekonomi
masyarakat penting ketika dihadapkan pada pilihan pendekatan dalam
strategi memperkuat desa. Jika perspektif yang diambil bersifat
diametris, maka Negara (Pemerintah) dapat memilih apakah mengambil
pendekatan yang bersifat pelayanan program karitatif (subsidi,
stimulasi) atau
pendekatan yang sama sekali berbeda, dimana menempatkan rakyat (desa)
sebagai subyek
yang berhak atas layanan negara dalam hal tersedianya kebutuhan dasar
ini (model swakelola seperti PNPM).
Pendekatan yang pertama lebih mencerminkan pandangan bahwa masyarakat
sebagai
obyek yang oleh karena lemah perlu ditolong dan dibantu. Sementara
pendekatan
yang kedua menempatkan masyarakat sebagai subyek otonom yang berhak
meminta
layanan negara. Pemerintah saat ini lebih memilih mengkombinasikan dua
pendekatan ini dengan model 4 cluster sesuai kondisi dan kebutuhan yang
dihadapi di masyarakat.
Pandangan di
atas tentu tidak bisa dilepaskan dari perspektif kedudukan desa. Desa dalam
realitasnya, memiliki peran ganda yakni sebagai unit pemerintahan dan sebagai
kesatuan masyarakat. Tentu realitas ini menampilkan tanda tanya tentang format
otonomi desa seperti apa. Sebagai unit pemerintahan apakah kemudian desa dapat
sebagai pemerintahan paling bawah sekaligus sebagai kesatuan masyarakat dan
memiliki otonomi asli (kesatuan masyarakat hukum). Peraturan perundangan
cenderung menempatkan desa dalam model campuran/peran ganda, artinya desa
menjalankan fungsi administrasi pemerintahan sekaligus kesatuan masyarakat.
Meskipun
begitu kecenderungan kebijakan lebih mendorong desa untuk diperkuat sebagai
unit pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas administrasi pemerintahan dan
agak meninggalkan perannya sebagai kesatuan masyarakat. Hal ini terlihat
misalnya terkait dengan kebijakan yang menempatkan Sekdes adalah pegawai negeri
sipil (PNS) sesuai PP Nomor 45 Tahun 2007 pasal 6 ayat (1) dan ayat (2). Pengangkatan sekdes
sebagai PNS antara lain bertujuan untuk meningkatkan administrasi pemerintahan
desa, meningkatkan pelayanan administrasi desa, serta meningkatkan administrasi
kependudukan dan pertanahan.
Realitas di
atas mencerminkan kedudukan desa terkait dengan peran, kapasitas dan dukungan
kebijakan serta kedudukan desa terhadap masyarakat serta negara. Posisi dan
kedudukan desa terhadap masyarakat bersifat pemenuhan kewajiban dan tangung
jawab, sedangkan terhadap negara bersifat hak-hak yang seharusnya diterima.
Tafsir atas otonomi desa menjadi penentu perlakuan negara terhadap desa.
Otonomi desa yang bersifat otonom (asli) seharusnya
ditafsir bukan sebagai
hilangnya kewajiban dan tanggung jawab negara kepada desa.
Desa sebagai kesatuan masyarakat harus tetap diakui dan dihormati dalam bentuk, hak serta kewenangan asal usul (otonomi asli, UUD pasal 18), seperti Nagari di Sumatera Barat, Lurah di Jawa, Lembang di Tana Toraja, Kuwu di Cirobon dan Kampung di Papua. Selain itu desa diberikan kewenangan oleh negara untuk mengelola urusan-urusan tertentu (otonomi yang diberikan/azas desentralisasi). Desa juga dapat menerima pendelegasian tugas administrasi sebagai tugas pembantuan.
Perspektif di atas berpengaruh terhadap
peran desa serta bentuk kewajiban dan tanggung jawab negara dalam tiga kategori:
- Dalam kedudukan desa sesuai otonomi asli, maka negara berkewajiban memberikan pengakuan, penghormatan dan bantuan sekalipun desa itu tidak menyelenggarakan administrasi pemerintahan. Pengakuan, penghormatan dan bantuan ini dituangkan dalam UU dan peraturan yang lebih teknis.
- Sedangkan desa yang menyelenggarakan otonomi yang diberikan negara, maka desa mendapatkan Alokasi Dana Desa (ADD). Dalam hal ini kewenangan desa berasal dari kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada desa (desentralisasi).
- Apabila desa ditempatkan sebagai unit pemerintahan maka kewenangan desa adalah kewenangan yang didelegasikan oleh pemerintahan atasannya sesuai asas dekonsentrasi atau tugas pembantuan.
Sesuai UU
32/2004 pasal 206 urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
- Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa
- Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa
- Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota
- Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan diserahkan kepada desa.
Oleh karena itu, sumber
kewenangan desa menjadi kunci, sebagaimana telah dijelaskan dalam
Undang-Undang. Perspektif desa dalam kategori otonomi bersifat
asli, otonomi yg diberikan, atau desa bersifat administratif seharusnya
menjadi pemicu tafsir dan tindakan dinamis desa dalam merespon RUU desa
saat ini.
Kecenderungan komunitas
(Lendy@Kelembagaan Lokal NMC September 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar