Sabtu, 29 September 2012

RUU Desa dan Kedudukan Desa

Lendy Wibowo

Perspektif pemenuhan terhadap kebutuhan dasar serta membangun iklim usaha ekonomi masyarakat penting ketika dihadapkan pada pilihan pendekatan dalam strategi memperkuat desa. Jika perspektif yang diambil bersifat diametris, maka Negara (Pemerintah) dapat memilih apakah mengambil pendekatan yang bersifat pelayanan program karitatif (subsidi, stimulasi) atau pendekatan yang sama sekali berbeda, dimana menempatkan rakyat (desa) sebagai subyek yang berhak atas layanan negara dalam hal tersedianya kebutuhan dasar ini (model swakelola seperti PNPM). Pendekatan yang pertama lebih mencerminkan pandangan bahwa masyarakat sebagai obyek yang oleh karena lemah perlu ditolong dan dibantu. Sementara pendekatan yang kedua menempatkan masyarakat sebagai subyek otonom yang berhak meminta layanan negara. Pemerintah saat ini lebih memilih mengkombinasikan dua pendekatan ini dengan model 4 cluster sesuai kondisi dan kebutuhan yang dihadapi di masyarakat. 

Pandangan di atas tentu tidak bisa dilepaskan dari perspektif kedudukan desa. Desa dalam realitasnya, memiliki peran ganda yakni sebagai unit pemerintahan dan sebagai kesatuan masyarakat. Tentu realitas ini menampilkan tanda tanya tentang format otonomi desa seperti apa. Sebagai unit pemerintahan apakah kemudian desa dapat sebagai pemerintahan paling bawah sekaligus sebagai kesatuan masyarakat dan memiliki otonomi asli (kesatuan masyarakat hukum). Peraturan perundangan cenderung menempatkan desa dalam model campuran/peran ganda, artinya desa menjalankan fungsi administrasi pemerintahan sekaligus kesatuan masyarakat.

Meskipun begitu kecenderungan kebijakan lebih mendorong desa untuk diperkuat sebagai unit pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas administrasi pemerintahan dan agak meninggalkan perannya sebagai kesatuan masyarakat. Hal ini terlihat misalnya terkait dengan kebijakan yang menempatkan Sekdes adalah pegawai negeri sipil (PNS) sesuai PP Nomor 45 Tahun 2007 pasal 6 ayat (1) dan ayat (2). Pengangkatan sekdes sebagai PNS antara lain bertujuan untuk meningkatkan administrasi pemerintahan desa, meningkatkan pelayanan administrasi desa, serta meningkatkan administrasi kependudukan dan pertanahan.

Realitas di atas mencerminkan kedudukan desa terkait dengan peran, kapasitas dan dukungan kebijakan serta kedudukan desa terhadap masyarakat serta negara. Posisi dan kedudukan desa terhadap masyarakat bersifat pemenuhan kewajiban dan tangung jawab, sedangkan terhadap negara bersifat hak-hak yang seharusnya diterima. Tafsir atas otonomi desa menjadi penentu perlakuan negara terhadap desa. Otonomi desa yang bersifat otonom (asli) seharusnya ditafsir bukan sebagai hilangnya kewajiban dan tanggung jawab negara kepada desa.

Desa sebagai kesatuan masyarakat harus tetap diakui dan dihormati dalam bentuk, hak serta kewenangan asal usul (otonomi asli, UUD pasal 18), seperti Nagari di Sumatera Barat, Lurah di Jawa, Lembang di Tana Toraja, Kuwu di Cirobon dan Kampung di Papua. Selain itu desa diberikan kewenangan oleh negara untuk mengelola urusan-urusan tertentu (otonomi yang diberikan/azas desentralisasi). Desa juga dapat menerima pendelegasian tugas administrasi sebagai tugas pembantuan.

Perspektif di atas berpengaruh terhadap peran desa serta bentuk kewajiban dan tanggung jawab negara dalam tiga kategori:
  1. Dalam kedudukan desa sesuai otonomi asli, maka negara berkewajiban memberikan pengakuan, penghormatan dan bantuan sekalipun desa itu tidak menyelenggarakan administrasi pemerintahan. Pengakuan, penghormatan dan bantuan  ini dituangkan dalam UU dan peraturan yang lebih teknis.
  2. Sedangkan desa yang menyelenggarakan otonomi yang diberikan negara, maka desa mendapatkan Alokasi Dana Desa (ADD). Dalam hal ini kewenangan desa berasal dari kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada desa (desentralisasi).
  3. Apabila desa ditempatkan sebagai unit pemerintahan maka kewenangan desa adalah kewenangan yang didelegasikan oleh pemerintahan atasannya sesuai asas dekonsentrasi atau tugas pembantuan.

Sesuai UU 32/2004 pasal 206 urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
  1. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa
  2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa
  3. Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota 
  4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan diserahkan kepada desa.


    Oleh karena itu, sumber kewenangan desa menjadi kunci, sebagaimana telah dijelaskan dalam Undang-Undang. Perspektif desa dalam kategori otonomi bersifat asli, otonomi yg diberikan, atau desa bersifat administratif seharusnya menjadi pemicu tafsir dan tindakan dinamis desa dalam merespon RUU desa saat ini.

     Kecenderungan komunitas desa yg makin terbuka membawa desa pada keadaan otonomi bukan asli atau bahkan hanya sebagai desa administratif, dipihak lain sikap dan pemikiran sebagian desa untuk tetap dalam otonomi asli juga perlu dihormati. Diperlukan konsensus baru pada tingkat lokal sebagai pilihan dan keputusan partisipatif yang layak dihargai negara (Pemerintah). Setiap pilihan membawa konsekuensi pada kewenangan dan anggaran desa tetapi yang lebih penting, negara telah membangun relasi yang dewasa dengan desa, otonomi yang direncanakan dengan matang termasuk dalam hal memperlakukan desa. Bisakah Musdes/MD merekomendasikan hal ini??

(Lendy@Kelembagaan Lokal NMC September 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar