Kamis, 03 Maret 2011

CSR dalam perspektif (bagian kedua)

Pemerintah berperan sebagai regulator dan fasilitator bagi terciptanya harmoni sosial dan ekonomi beriring dengan kehadiran perusahaan. Harmoni ini penting bagi perusahaan dan masyarakat untuk kelangsungan hidup dan peningkatan kualitas hidup. Oleh karena itu lahirnya UU tentang PT yang mewajibkan perusahaan mengalokasikan kegiatan dan sumberdaya bagi masyarakat sebagai bentuk tanggungjawab sosialnya harusnya tidak semata-mata dilihat dari sudut pandang regulasi, tetapi dari tujuan yang lebih besar dari kebutuhan bersama perusahaan dan masyarakat sendiri. UU nomor 40 tahun 2007 yang telah disahkan tanggal 16 Agustus 2007 pada pasal 74 telah secara eksplisit menyebutkan tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Ketentuan ini sebenarnya melengkapi ketentuan dalam UU 25/2007 tentang penanaman modal pasal 15 huruf b yang menyebutkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Yang dimaksudkan dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

UU 40/2007 pasal 1 butir 3 menyatakan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat baik bagi perseroan, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Selanjutnya pada pasal 74 ayat 1 dinyatakan bahwa perseroan yang menjalankan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dan ayat 2 menyatakan bahwa hal itu adalah kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.(LW)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar